Aspek-Aspek Keperibadian
Aspek-Aspek Keperibadian | Para ahli psikologi memberikan penjelasan bahwa tingkah laku
manusia di bagi menjadi 2 yaitu perilaku
yang terlihat (overt) dan yang tidak terlihat (covert).
Tingkah laku manusia di bagi ke dalam tiga aspek atau
fungsi, yaitu:
Aspek Kognitif (pengetahuan), yaitu pemikiran, ingatan,
hayalan, daya bayang, inisiatif, kreativitas, pengamatan, dan pengindraan.
Fungsi aspek kognitif adalah menunjukkan jalan, mengarahkan, dan mengendalikan
tingkah laku seseorang.
Aspek Afektif, yaitu kejiwaan yang berhubungan dengan
kehidupan alam perasaan atau emosi, sedangkan hasrat, kehendak, kemauan,
keinginan, kebutuhan, dorongan, dan element motivasi lainnya disebut aspek
konatif atau psiko-motorik (kecenderungan atau niat tindak) yang tidak dapat dipisahkan
dengan aspek afektif. Kedua aspek tersebut sering disebut aspek finalis yang
berfungsi sebagai energi atau tenaga mental yang menyebabkan manusia bertingkah
laku.
Aspek Motorik, yaitu berfungsi sebagai pelaksana tingkah
laku manusia seperti perbuatan dan gerakan jasmani lainnya.
Baca Juga :
Perkembangan Kepribadian
Kepribadian seseorang itu relatif konstan, namun dalam
kenyataannya sering ditemukan bahwa perubahan kepribadian dapat dan mungkin
terjadi yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan atau faktor fisik.
Erikson mengemukakan tahapan perkembangan kepribadian sebagai
berikut:
1. Masa bayi (infancy)
ditandai adanya kecenderungan trust – mistrust. Perilaku bayi didasari oleh
dorongan mempercayai atau tidak mempercayai orang-orang di sekitarnya. Dia
sepenuhnya mempercayai orang tuanya, tetapi orang yang dianggap asing dia tidak
akan mempercayainya. Oleh karena itu kadang-kadang bayi menangis bila di pangku
oleh orang yang tidak dikenalnya. Ia bukan saja tidak percaya kepada
orang-orang yang asing tetapi juga kepada benda asing, tempat asing, suara
asing, perlakuan asing dan sebagainya. Kalau menghadapi situasi-situasi
tersebut seringkali bayi menangis.
2. Masa kanak-kanak awal (early childhood) ditandai adanya
kecenderungan autonomy – shame, doubt. Pada masa ini sampai batas-batas
tertentu anak sudah bisa berdiri sendiri, dalam arti duduk, berdiri, berjalan,
bermain, minum dari botol sendiri tanpa ditolong oleh orang tuanya, tetapi di
pihak lain dia telah mulai memiliki rasa malu dan keraguan dalam berbuat, sehingga
seringkali minta pertolongan atau persetujuan dari orang tuanya.
3. Masa pra sekolah (Preschool Age) ditandai adanya
kecenderungan initiative – guilty. Pada masa ini anak telah memiliki beberapa
kecakapan, dengan kecakapan-kecakapan tersebut dia terdorong melakukan beberapa
kegiatan, tetapi karena kemampuan anak tersebut masih terbatas adakalanya dia
mengalami kegagalan. Kegagalan-kegagalan tersebut menyebabkan dia memiliki
perasaan bersalah, dan untuk sementara waktu dia tidak mau berinisatif atau berbuat.
4. Masa Sekolah (School Age) ditandai adanya kecenderungan
industry–inferiority. Sebagai kelanjutan dari perkembangan tahap sebelumnya,
pada masa ini anak sangat aktif mempelajari apa saja yang ada di lingkungannya.
Dorongan untuk mengatahui dan berbuat terhadap lingkungannya sangat besar,
tetapi di pihak lain karena keterbatasan-keterbatasan kemampuan dan
pengetahuannya kadang-kadang dia menghadapi kesukaran, hambatan bahkan
kegagalan. Hambatan dan kegagalan ini dapat menyebabkan anak merasa rendah diri.
5. Masa Remaja (adolescence) ditandai adanya kecenderungan
identity – Identity Confusion. Sebagai persiapan ke arah kedewasaan didukung
pula oleh kemampuan dan kecakapan-kecakapan yang dimilikinya dia berusaha untuk
membentuk dan memperlihatkan identitas diri, ciri-ciri yang khas dari dirinya.
Dorongan membentuk dan memperlihatkan identitasdiri ini, pada para remaja
sering sekali sangat ekstrim dan berlebihan, sehingga tidak jarang dipandang
oleh lingkungannya sebagai penyimpangan atau kenakalan.
Baca juga :
6. Masa Dewasa Awal (Young adulthood) ditandai adanya
kecenderungan intimacy – isolation. Kalau pada masa sebelumnya, individu
memiliki ikatan yang kuat dengan kelompok sebaya, namun pada masa ini ikatan
kelompok sudah mulai longgar. Mereka sudah mulai selektif, dia membina hubungan
yang intim hanya dengan orang-orang tertentu yang sepaham. Jadi pada tahap ini
timbul dorongan untuk membentuk hubungan yang intim dengan orang-orang
tertentu, dan kurang akrab atau renggang dengan yang lainnya.
7. Masa Dewasa (Adulthood) ditandai adanya kecenderungan
generativity-stagnation. Sesuai dengan namanya masa dewasa, pada tahap ini
individu telah mencapai puncak dari perkembangan segala kemampuannya.
Pengetahuannya cukup luas, kecakapannya cukup banyak, sehingga perkembangan
individu sangat pesat. Meskipun pengetahuan dan kecakapan individu sangat luas,
tetapi dia tidak mungkin dapat menguasai segala macam ilmu dan kecakapan,
sehingga tetap pengetahuan dan kecakapannya terbatas. Untuk mengerjakan atau
mencapai hal– hal tertentu ia mengalami hambatan.
8. Masa hari tua (Senescence) ditandai adanya kecenderungan
ego integrity – despair. Pada masa ini i
ndividu telah memiliki kesatuan atau
intregitas pribadi, semua yang telah dikaji dan didalaminya telah menjadi milik
pribadinya. Pribadi yang telah mapan di satu pihak digoyahkan oleh usianya yang
mendekati akhir. Mungkin ia masih memiliki beberapa keinginan atau tujuan yang
akan dicapainya tetapi karena faktor usia, hal itu sedikit sekali kemungkinan
untuk dapat dicapai. Dalam situasi ini individu merasa putus asa. Dorongan
untuk terus berprestasi masih ada, tetapi pengikisan kemampuan karena usia
seringkali mematahkan dorongan tersebut, sehingga keputusasaan acapkali
menghantuinya.
Gabung dalam percakapan